Rabu, 27 Januari 2010

Syair


Sebuah pendakian

Terlintas getar hati secuil ciut yang tegang
Walaupun bukan serasa pertama
Dan sendiripun tak pernah
Memanglah serasa begitu akrab

Mengenai semua kesediaan terasa siap sudah
Sana dan sini sudah termaksud
Walau kelengkapan tak sempurna

Dan diantara kehijauan lembah
Tinggi menjulang menjangkau mega
Kesan angkuh tampak kentara
Serasa tak tertanding insan semua

Semua peluh tampak cahaya
Hal yang biasa mengingat daya
Jauh dari ramai hiruk suara
Beban yang besar tampak mulai bersuara

Naik semakin tinggi jurang semakin nyata
Padahal tak terpantau pula kaki dibawah
Serasa hangat namun semakin beku
Mengingat semakin dekat pula mega terjangkau

Sombong yang terlihat bukan tak tertanding
Walau kaku pula sendi sekujur
Letih yang berat acuh walau tak rela
Ceria wajah menangkal semua letih

Ternyata angkuh dan mega tak tertanding dapat disentuh
Ria tampak tak dibuat dan disengaja
Mengenang semua pendakian tersebut
Tampak diujung para tenaga

Selesai sudah semua kerja
Turun semakin rendah rasa yang puas
Ringan beban yang terasa
Melangkah tenang sampai kaki dibawah


Seorang lelaki tua

Seorang lelaki tua termenung sunyi membentang lamunan
Ditemani oleh merdunya harmoni suara jangkrik dan kicau sang gagak
Segelas kopi manis yang tak lagi panas membuat terjaga
Dan asap tembakau dengan aroma yang khas
Entah berapa lama sudah sepi di hati
Menyibak kalbu yang rindu akan kehangatan
Menggugah nurani akan belaian saying

Seorang lelaki tua merajut mimpi membingkai takdir
Menegaskan kembali paradigma lama yang tak lekang oleh waktu
Semua asa telah tergenggam tapi perjuangan belum lagi usai

Sang surya pun nampak enggan menampakkan diri
Gema adzan subuh mengingatkan akan kesadaran
Membangkitkan kembali semangat kerja yang tak pernah luntur oleh jaman


1942

Ketika harga diri sudah tercabik cabik
Rela jiwa menjaga pertiwi tetap jaya
Ketika darah dan jiwa sudah tak ternilai
Rela harta agar bangsa tetap merdeka

Ketika tirani membelenggu hasrat yang tak cepat mati
Bersenandung erangan jiwa yang menjerit pilu menikam hati
Bergumam tentang nilai bangkai bangkai yang terbujur kaku
Lambaian tangan maut menikam kehampaan akan goresan arti
Menyingkirkan gundah rasa kecut menuai ciut yang membekas jiwa

Lalang penindas tak gentar serbuan anak negeri menantang luka
Membekas tirani mengikat negeri yang terkoyak seluruh jiwa
Mengabarkan tentang srigala yang memburu sebuah asa
Menaruh harapan menjadi belaian cinta yang mengusung api

Seakan penolakan memanggil kembali ceceran daya memerangi angkara
Membuai pesona akan langkah jingga
Menyunting melati berbau bangkai
Membuang nyawa berarti tumbal yang tak tersanding

Letup senapan prajurit mengusik kedamaian
Dengan derap langkah ringan mengayun semangat
Membentangkan sebuah angan tentang arti kebebasan
Walau berarti mati sama sekali tak berarti


Langkah semu

Mengayun langkah memulai mimpi
Mengabdi pada suatu kehidupan yang suram
Menikmati rasa hidup yang terasa hampa
Menjadi raja bagi suatu kepahitan

Dan waktupun tak lagi bersahabat
Semenjak jiwa ini jauh dari Nya
Ataupun karma telah tiba waktunya

Menjadi sia-sia hal yang telah dilakukan
Tak ada yang tersisa walaupun sekedar ampas
Yang terjadi di kemudian hari
Mungkin hanya keajaiban yang terlambat datang

Semua daya telah dikerahkan
Menjadi pahit rasanaya jika terbuang percuma
Tampak megah suatu hal yang dinantikan
Walau keberhasilan tak kunjung didapat

Yang ada sekarang hanyalah bayangan dari masa lalu
Semua bayangan semu tentang arti kenikmatan
Termenung dan sesal tanpa dapat berbuat apapun
Menanti berakhirnya semua cobaan


Nurani

Saat dunia menggapai uzur terlindas jaman
Melayang fana terhembus bayu merantang nafsu
Iman yang gersang tak tersentuh buaian surga
Rasa yang mati tak tergoyah sentuhan yang suci
Lambaian sang maut terbalas acuh yang tak lagi kecut

Seperti bara api yang terbalut rasa yang sejuk
Harum melati yang tak lagi putih menjadi gumpalan rasa
Kalam illahi tak lagi terikat di hati yang penuh pesona
Hamparan pesan nabi termaktub menghias pelangi yang tak lagi berwarna
Melayang pandang tentang surga yang dibalut kabut kegetiran kalbu yang merana

Semburat fajar jingga samai membawa cahaya cerah
Seakan tertantang nyata dunia yang terbelah
Melawan rasa yang mati dan hati yang tercabik
Terusik kezaliman dan angkara yang seakan tak pernah tidur
Mengingatkan kendali akan jiwa yang sepi menjawab Tanya
Mencari makna hidup yang terasa ramai menggugah naluri yang rindu


Lencana Kehidupan Untuk Razan



Serpihan cinta bunda membuatmu tangguh, akan membuatmu mampu mendekap dunia dengan tanganmu, mengguncangkan isi dunia dengan nadimu,
menaklukkan senyuman fajar dengan matamu.
Reguklah madu kebahagian pada saat kebangkitanmu nanti
Ratapilah kesedihanmu diatas sajadah cinta yang membentang sampai lahatmu
Rajutlah hidupmu dengan sutra emas sampai ketepi renda penantianmu

Bahwa kelak kau akan sanggup menggenggam api…adalah benar karena kelak kau akan menjadi musuh utama sang nafsu.
Bahwa kelak kau akan sanggup memimpin…adalah benar karena kelak kau akan menjadi imam bagi setiap hembusan nafasmu
Bahwa kelak kau akan sanggup menjadi bijakadalah benar karena kelak kau akan menjadi orang yang tidak pernah mendongkel waktu
Bahwa kelak kau akan sanggup menghidupkan kembali…adalah benar karena kelak kau akan selalu menebar wangi diatas pusara aku dan bundamu

Tidak ada komentar: